Sabtu, 25 Desember 2010

Bayi dengan Berat Badan Rendah (BBLR)

Bayi dengan Berat Badan Rendah (BBLR)

Definisi Bayi Dengan Berat Badan Rendah
Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).
2. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB- KMK ).

Etiologi
1. Faktor Ibu.
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b. Usia ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu muda.

Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.

Komplikasi
1. Sindroma distress respiratori idiopatik
Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami :
a) rintihan waktu inspirasi
b) napas cuping hidung
c) kecepatan respirasi leih dari 70/ menit
d) tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )
2. Takipnea selintas pada bayi baru lahir
Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan tetap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea. Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma distress respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.
3. Fibroplasias retrolental
Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% ( kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigan perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi.
4. Serangan apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intracranial. Irama pernapasan bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau apneadan memberikan oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar bayi akan dapat bertahan dai serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti aminofilin mungkin bermanfaat.
5. Enterokolitis nekrotik
Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya : kembung, muntah, keluar darah dari rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi. Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan berikan pemberian makanan intravena. Mungkin diperlukan pembedahan.

Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
2. Nutrisi
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.
3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.

Gambaran fisik bayi prematur:
* Ukuran kecil
* Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)
* Kulitnya tipis, terang, dan berwarna pink (tembus cahaya)
* Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)
* Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput
* Rambut yang jarang
* Telinga tipis dan lunak (lembek)
* Tangisannya lemah
* Kepala relatif besar
* Jaringan payudara belum berkembang
* Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)
* Reflek menghisap dan reflek menelan yang buruk
* Pernapasan yang tidak teratur
* Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit (anak laki-laki)
* Labia mayora belum menutupi labia minora (pada anak perempuan).

Sumber:
Prawirohardjo, Sarwono, Editor : Hanifa Wiknjosastro, dkk. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta.
Saifuddin, A Bani. 2008. Buku Panduan Pratis Pelayaan kesehatan dan Neonatal. Yayasan Bani Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500gram (Saefuddin,2007)

Etiologi
Etiologi persalinan preterm sering kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi medik yang mendorong untuk dilakukan tindakan sehingga terjadi persalinan preterm.
Faktor Resiko
a)Faktor Sosio Budaya
•Perokok atau penyalahgunaan obat (alcohol,kokain,dsb)
•Kemiskinan
•Pendek kurus
•Umur <18Th-40Th
•Tidak / kurang mau melakukan pemeriksaan antenatal
•Ketururnan
•Ras berkulit hitam
b)Kondisi yang menimbulkan partus preterm
•Hipertensi
•Perkembangan janin terhambat (PJT)
•Solusio plasenta
•Plasenta previa
•Kelainan rhesus
•Diabetes
c)Kondisi yang menimbulkan kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin
•Kelaianan bawaan uterus
•Ketuban pecah dini
•Serviks inkompeten
•Kehamilan ganda
d)Komplikasi medis/obstetric
@ Perdarahan plasenta, dengan pembentukan prostaglandin dan mungkin induksi stress
•Janin mati, kelinan konsepsi/kelainan congenital
•KPD
•Plasentasi yang kurang baik
•Distensi uterus
•Riwayat pernah melahirkan premature
•Kelainan serviks
•Penyakit ibu yang berat
•Kurang gizi mengakibatkan anemia, kekurangan Zn dan asam folat
•Anomaly uterus

Adanya faktor tersebut yang terpenting adalah bagaimana menemukan kasus resiko tinggi dan kemungkinan memberikan penyuluhan agar ibu dapat mengurangi resiko tambahan. Riwayat berat lahir rendah mempunyai perkiraan preterm sebanyak 17,5% suatu resiko relative hamper 2,5 kali. Ia juga menunjukkan bahwa kelas sosioekonomi yang rendah mempunyai resiko relative hamper 2 kali. Berat ibu yang menunjukkan kemungkinan kurang gizi juga mempunyai resiko meningkat dibandingkan dengan gizi lebih baik. Ada pula hubungan bermakna antara kerja fisik (mengangkat berat, kerja berat, dan sebagainya) dengan kejadian preterm.

Penanganan Umum
•Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu
•Upaya melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi
Penilaian Klinik
a)Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lender kemerahan atau cairan pervaginam dan dikuti salah satu berikut ini:
-Pada periksa dalam
# Pendataran 50-80% atau lebih
#Pembukaan 2 cm atau lebih
-Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG
#Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan preterm
#tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan preterm
b)Cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberikan perubahan dalam insiden kelahiran preterm.
Penanganan
•Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran
•Persalinan berjalan terus dan siapkan penganan selanjutnya

Upaya menghentikan kontraksi uterus
Kemungkinan oabat0obatab tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bayi bila usia gestasi kurang dari 34 minggu
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup mantang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila:
-Umur kehamilan kurang dari 35minggu
-Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
-Tidak ada amnionitis, preeclampsia atau perdarahan yang aktif
-Tidak ada gawat janin
Ibu masuk ke rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan.
-Berikan kortikosteroid untuk meperbaiki kematangan paru janin
-Berikan 2 dosis betamethason 12mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selang 6jam)
-Steroid tidak boleh diberikan bila infeksi yang jelas.

Pencegahan persalinan preterm
Meskipun disadari manfaat pemeriksaan antenatal dalam menurunkan kejadian berat lahir rendah, tetapi kualitas pelayanan masih perlu disangsikan. Secara luas perlu dilakukan upaya menurunkan kejadian berat lahir rendah dengan:
-Pendidikan masyarakat melaui media yang ada tentang bahaya dan kerugian kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat diharapkan untukmenghindarkan faktor resiko diantanya ialah dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3tahun, menunda usia kehamilan sampai dengan 22-23 tahun dan sebagainya.
-Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
-Mengusahakan makan lebih baik pada mas kehamilan agar menghindarkan kekurangan gizi dan anemia.
-Menghindarkan kerja berat selama hamil. Dalam hal ini diperlukan pertauran yang melindungi wanita hamil dari sangsi pemutusan hubungan kerja.
Yang dimaksud disini dengan pencegahan ialah pencegahan kelahiran preterm bukan karena kondisi medic (perdarahan,hipertensi). Jadi bila ada psien dengan indikasi riwayat preterm atau gemelli maka dapat dimasukkan kedalam program ini. Apa yang dimaksud dengan program ini?
Beberpa penelitian telah mencoba membuat program bagi pasien dengan indikasi partus preterm dan mencoba menghentikan proses dengan tokolisis; hasilnya cukup baik dengan menurunnya kejadian preterm separuhnya.
Pasien diberitahu mengenai gejala kontraksi, baik secara palpasi maupun alat perakam selama 2 jam dalam sehari. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan ternyata kontraksi menjadi lebih sering yaitu 2kali/10menit dalam 48jam menjelang partus. Pasien dapat diintruksikan bila merasakan kontraksi 4 kali atau lebih per jam diminta untuk menghubungi klinik.
Pasien di anjurkan untuk datang ke klinik dan dinilai keadaan serviks yang bila ternyata sudah matang maka dilakukan pengobatan tokolisis, sebelum memberikan terpi tokolisis sebaiknya dilakukan pengawasan adanya his (sebaiknya dengan tokografi), dalam keadaan pasien berbaring ke miring dan memberikan minum. Bila kontraksi hilang maka perlu melanjutkan terpai tokolisis.
Perlu diperiksa adanya kontraindikasi pemberian obat. Obat beta mimetik jangan diberikan pada pasien dengan penyakit jantung, oedem paru. Pengobatan tokolisis dimulai dengan infuse dan kemudian dapat dilanjutkan dengan obat oral secara berobat jalan bila ternyata parus dapat ditunda.

Persalinan berlanjut
Bila tokolisis tidak berhasil lakukan persalianan dengan upaya maksimal jangan menyetop kontraksi uterus bila:
-Umur kehamilan 35 minggu
-Serviks membuka lebih dari 3cm
-Perdarahan aktif
-Janin mati dan adanya kelaianan congenital yang kemungkinan hidup kecil
-Adanya khorioamnionitis
-Preeclampsia
-Gawat janin
Monitor kemajuan persalianan dengan partograf, hindarkan pemakaian vacuum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi premetur cukup tinggi).
Persiapan menolong bayi prematur, asfiksia bias memperburuk penyakit membrane hialin dan komplikasi premature
Tindakan bayi postpartum:
-Usahakan lingkungan yang hangat
-Oksigen
-ventilasi

Sumber:
Prawirohardjo, Sarwono, Editor : Hanifa Wiknjosastro, dkk. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta.
Saifuddin, A Bani. 2008. Buku Panduan Pratis Pelayaan kesehatan dan Neonatal. Yayasan Bani Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta